diterjemahkan dari Cloud of Sparrows
Samurai: Jembatan Musim Gugur
diterjemahkan dari Autumn Bridge
Pengarang kedua buku di atas adalah Takashi Matsuoka
Catatan
Dalam bahasa Jepang "Cloud of Sparrows" dituliskan menjadi "Suzume no Kumo", sedangkan "Autumn Bridge" dituliskan menjadi "Aki no Hashi".
suzume = sparrow
kumo = cloud
aki = autumn
hashi = bridge
Resensi
Kedua buku yang berhubungan, saling mengisi satu sama lain ini, membawa begitu banyak cerita. Takashi Matsuoka tentu sangat ahli dalam memadu cerita-cerita yang terpotong-potong menjadi satu kesatuan roman yang saling mengisi. Buku pertama, Samurai: Kastel Awan Burung Gereja, membawa pembaca ke dalam dunia Jepang saat rezim Shogun Tokugawa mendekati masa akhirnya. Genji Okumichi, seorang bangsawan Akaoka merupakan tokoh sentral yang kehidupannya diceritakan sangat menarik oleh Takashi Matsuoka.
Gaya penceritaan yang melompat-lompat, maju-mundur, berpindah-pindah sudut pandang, pada awalnya akan membingungkan. Begitu banyak sudut-sudut cerita yang digali, terpotong dan melompat ke bagian lain sebelum seluruhnya menjadi jelas. Walaupun begitu setiap potongan dan kepingan cerita akhirnya bersatu, bertaut satu sama lainnya membentuk suatu cerita utuh dan memberikan penjelasan dalam perspektif yang begitu kaya.
Buku kedua, Samurai: Jembatan Musim Gugur, merupakan penutup kisah kehidupan Genji. Walaupun merupakan kelanjutan dari buku pertamanya, Samurai: Jembatan Musim Gugur tetap mempunyai alur yang mengalir lincah, bahkan jauh lebih lincah. Satu per satu misteri terbuka tetap dengan gaya penceritaan yang unik. Penelusuran cerita dapat dikatakan meloncat-loncat dari satu tempat ke tempat lainnya, dari satu waktu ke waktu lainnya, dari satu masa ke masa lainnya, dari satu orang ke orang lainnya. Semuanya mengalir dan terjalin begitu indahnya serta menceritakan plot-plot yang tak terduga. Seluruh elemen ini tersaji dalam penggambaran yang begitu eksotik.
"Suzume no Kumo" akan selalu menghiasi Samurai: Kastel Awan Burung Gereja, sendangkan "Aki no Hashi" akan tergambar pada Samurai: Jembatan Musim Gugur. Kedua elemen ini menjadi pembeda rasa antara kedua buku tersebut. Tetapi kedua elemen ini pada akhirnya bersatu padu dan melengkapi keseluruhan kisah tentang Genji Okumichi.
Takashi Matsuoka menggambarkan pergolakan yang terjadi saat dua budaya yang berbeda saling berbenturan dengan begitu baiknya. Setiap sisi merasa aneh dan asing akan sisi lainnya, saling mengejek, saling mencela, dan saling mengagungkan diri. Tetapi pada akhirnya terpadat individu-individu yang menyadari dan kemudian dapat menerima perbedaan itu. Karena tidak selamanya perbedaan itu menjijikan, karena dalam sudut pandang yang berbeda perbedaan itu begitu indahnya sehingga dapat saling mengisi satu dengan lainnya.
Pendapat Subjektif
Saat membaca buku ini untuk pertama kalinya, saya jelas-jelas jatuh cinta pada gaya penceritaan Takashi Matsuoka. Ceritanya tentang perbedaan budaya Timur, dalam hal ini Jepang, dengan budaya Barat tergambar dengan baik. Bagi beberapa orang yang tidak mengetahui tentang budaya Jepang tentu akan merasakan kesulitan saat awal membaca buku ini. Tetapi lambat laun, cerita-cerita yang tersaji akan membuka perspektif baru dalam pemahaman budaya Jepang. Terlebih lagi ceritanya tentang politik, perang, cinta dan kasih, agama, kekuasaan, dan unsur mistis berupa ramalan membawa saya begitu terlarut dalam dunia cerita yang begitu kaya unsurnya.
Saya belum mempunyai kesempatan membaca kedua buku ini dalam bahasa aslinya atau bukan dalam bahasa terjemahan. Saya selalu merasa bahwa menikmati karya sastra selalu lebih terasa kenikmatannya di dalam bahasa aslinya. Sebaik apapun terjemahannya tetap akan ada cita rasa yang hilang dalam proses penerjemahan itu. Jujur saja terdapat beberapa hal yang saya kurang sukai, yaitu pada cara penggunaan beberapa istilah pada buku ini. Hal itu dapat terjadi karena kurangnya kualitas terjemahan atau mungkin (karena saya belum membaca dalam bahasa aslinya) memang seperti itulah yang sang penulis tuliskan. Banyak istilah yang menurut saya lebih baik tertulis dalam bahasa Jepang tanpa harus dipaksakan masuk ke dalam bahasa Inggris. Pemaksaan itu membuat beberapa hal terkesan aneh dan janggal.
Kutipan
.. Tujuan politik bukanlah pencapaian kesempurnaan yang mustahil, kesempurnaan yang tidak akan pernah disepakati dua bangsa dalam kasus apa pun, melainkan terakomodasinya minat yang berbeda melalui keseimbangan kemunafikan yang bijak dan terkoordinasi...
... "Ayahku menjalani hidup penuh kebencian karena dia hanya memikirkan diri sendiri. Bisa dikatakan, ini makna sejati kebencian itu sendiri. Dia berubah karena dalam diri ibuku, dia menemukan orang yang perlu diperhatikan daripada dirinya sendiri. Itulah penafsiranku tentang cinta." ...
Kedua kutipan diambil dari Samurai: Jembatan Musim Gugur. Saya sangat menyukai kutipan kedua yang menunjukkan kehebatan Takashi Matsuoka dalam mengartikan kata cinta dengan rangkaian kata sederhana dan begitu mengena.
29 Agustus 2006 - 01:38
No comments:
Post a Comment